SEPERTI halnya tentang telur dan ayam, hubungan antara kejahatan
dan pengangguran juga cukup menarik untuk dipertanyakan. Pertanyaan
tentu saja ialah apakah pengangguran penyebab terjadinya kejahatan
atau sebaliknya?
Total pengangguran di Indonesia sesuai data 1995 sekitar 7,01
persen dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 90 juta orang dan
naik dari 3,3 persen pada 1990. Dari jumlah tersebut bagian
terbesar terdapat di wilayah perkotaan.
Selama ini umum berpendapat kejahatan merupakan akibat dari
pengangguran. Analisa kriminologi, terutama kriminologi sosial
umumnya mengklaim pengangguran merupakan penyebab terjadinya
kejahatan. Angka kriminalitas yang tinggi di wilayah perkotaan
akhir-akhir ini banyak diklaim sebagai akibat dari besarnya jumlah
pengangguran di perkotaan.
Akhir-akhir ini kita melihat banyak terjadi kasus-kasus
kriminalitas, seperti perampokan, penjambretan, pemerkosaan,
pembunuhan dan sebagainya. Pada umumnya analisa kriminologi selalu
melihat tindak kejahatan semacam itu, selain faktor-faktor
sosial-ekonomi lainnya, pengangguran merupakan faktor penyebabnya.
Karena itu probalitas kejahatan semacam itu umumnya lebih banyak
terdapat pada mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.
Yang kurang dipahami dalam kriminologi sosial adalah hubungan
antara kejahatan orang tua dengan timbulnya perilaku-perilaku
sosial tertentu pada diri anak dan keturunannya. Suatu analisa
berdasarkan stratifikasi sosial mencoba membangun korelasi antara
karakteristik status orang tua dengan pendidikan seorang anak di
masa kecil dan kemungkinan mendapatkan pekerjaan di saat dewasa.
Analisa stratifikasi sosial ini di masa lalu dirasakan kurang
memuaskan karena lebih memusatkan perhatiannya pada prestasi status
pekerjaan atau pekerjaan itu sendiri dan bukan pada problem
pengangguran dan kemiskinan. Akibatnya, perhatian memang amat
sedikit dicurahkan pada persoalan hubungan antara kejahatan dan
pengangguran, yaitu terutama analisa tentang hubungan antara tindak
kejahatan sebagai penyebab dan pengangguran seseorang sebagai
akibatnya.
Yang Hilang
Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dari pengamatan dan analisa
orang dalam berbagai literatur di masa lalu, yaitu suatu pemahaman
tentang faktor penyebab terdekat dari pengangguran. Kalau di atas
dikemukakan di Indonesia dikenal adanya beberapa faktor penyebab
pengangguran, maka di situ sebenarnya ada sesuatu yang oleh John
Hagan (1993) dikatakan sebagai ada sesuatu yang hilang atau
terlupakan.
Dengan mendasarkan uraiannya pada konsep yang dikemukakan oleh
Granovetter (1985) yang lebih dikenal dengan Social Embeddedness of
Crime and Unemployment, professor dalam ilmu sosiologi dan hukum
pada Universitas Toronto, AS ini mengemukakan tentang adanya
hubungan antara kejahatan dan pengangguran.
hubungan antara kejahatan dan pengangguran.
Menurut konsep ini, Hagan mengatakan dalam analisa yang bersifat
makro, perhatian umumnya lebih diarahkan kepada pengangguran
sebagai sebab kejahatan. Sebaliknya, dalam suatu analisa mikro,
kemungkinan yang hendak diteliti adalah kondisi sebaliknya, yaitu
analisa hubungan antara tindak kejahatan dan timbulnya
pengangguran.
Pada analisa yang bersifat mikro, Hagan berpendapat tindak
kejahatan merupakan salah satu faktor yang turut berperan dalam
terjadinya pengangguran. Sebagai contoh hubungan antara kenakalan
remaja dan pengangguran. Kenakalan remaja biasanya merupakan
tindakan yang terjadi lebih awal dalam masa hidup seseorang dan
berakhir pada saat person tersebut menginjak dewasa dan selanjutnya
menjadi penganggur.
Dengan merujuk pada beberapa studi di Amerika dan Inggris, dengan
konsep social embeddedness dari Granovetter, Hagan berusaha
membangun analisa hubungan kausalitas antara kejahatan sebagai
penyebab dan pengangguran sebagai akibat.
Granovetter telah membuat suatu analisa kausalitas hubungan antara
kejahatan dan pengangguran dengan menempatkan kejahatan sebagai
proximate determinant terhadap pengangguran. Konsep ini merupakan
suatu jawaban terhadap model ekonomis dari suatu pengangguran, yang
sama seperti model heterogenitas kriminal. Granovetter dalam
analisanya lebih menekankan pada kejatian atau peristiwa pada awal
masa hidup seseorang.
Walaupun secara teori konsep heterogenitas dan state dependence ini
lemah karena adanya proses aktual tertentu yang ikut berpengaruh
dalam transisi peristiwa-peristiwa tertentu. Namun dia mengatakan
suatu proses social embeddedness adalah sangat besar pengaruhnya
terhadap hidup seseorang. Dalam konteks ini kepribadian seseorang
tidak hanya ditentukan kondisi pribadinya sendiri, tetapi juga oleh
struktur sosial. Misalnya, cara perolehan suatu pekerjaan dapat
dilihat sebagai awal hubungan kerja yang lebih lanjut akan
mempermudah perubahan pekerjaan berikutnya.
Kalau pada awal seseorang sudah mempunyai hubungan dengan orang
tertentu sehingga dengan mudah mendapatkan pekerjaan, kondisi ini
akan sangat berpengaruh pada perolehan pekerjaan-pekerjaan
berikutnya.
Sebaliknya jika pada awal saja sulit, hal ini tentu saja akan
membuat semakin gelap masa depan seseorang untuk mendapatkan suatu
pekerjaan. Granovetter mengatakan masa pengangguran yang lama yang
dialami seseorang biasanya disebabkan karena lemah pada awalnya,
dan itu akan membuatnya sulit dalam kontak-kontak untuk mendapatkan
kerja.
Contoh di atas sebenarnya ingin menggambarkan hal yang sama dengan
keterlibatan seseorang dalam suatu tindak kejahatan. Keterlibatan
dalam suatu tindak kejahatan di masa awal akan membawa konsekuensi
pada peningkatan keterlibatannya di masa datang, dan hal inilah
yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Misalnya, keterlibatan
orangtuanya dalam suatu tindak kejahatan akan sangat menentukan
nasib anak dan keturunannya yaitu kemungkinan bahwa tindakan
kejahatan orang tua akan menyebabkan anak-anaknya terlibat dalam
tindakan kejahatan.
Begitupun kontak dengan teman-temannya yang pernah terlibat dalam
tindakan kriminal akan menarik mereka untuk ikut terlibat.
Mata rantai semacam inilah yang saya katakan sebagai telah
terlupakan dalam studi sosiologi dan ekonomi di masa lalu dalam
hubungannya dengan pengangguran. Dalam mata rantai semacam ini maka
dampak dari keluarga yang pernah terlibat kriminal adalah bahwa
anak-anaknya akan pergi dari rumah dan mereka pun akan terlihat.
Akhirnya mungkin akan terkena sanksi yang berat karena tindakannya
tersebut.
Hubungan kausalitas antara pengangguran dan kejahatan berbeda dalam
analisa yang bersifat makro dan mikro, sehingga meskipun banyak
studi sebelumnya menegaskan adanya hubungan antara pengangguran dan
kejahatan, tetapi studi-studi tersebut ternyata lebih melihat
pengangguran sebagai penyebab dari kejahatan.
Karena terjadi semacam adanya missing link antara kejahatan dan
pengangguran sebagai salah satu akibat logisnya. Tulisan ini telah
coba melihat hubungan yang demikian yaitu pengangguran sebagai
akibat dari kejahatan.(Leo Tukan,SH-33)
______________________________________________________________